Adapun beberapa tips dalam memilih pemimpin
yang tepat yaitu :
1. Memilih pemimpin yang memiliki moral
ketaqwaan
Moral
pemimpin yang bersumber pada Pancasila terutama dan terpenting adalah “moral
ketaqwaan”. Pemimpin yang bermoral ketaqwaan dalam memimpin bangsa pasti mampu
mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance). Moral yang dimiliki
seorang pemimpin akan menumbuhkan rasa malu akan perbuatan salah yang tidak
sesuai dengan aturan. Ketaqwaan yang dimiliki seorang pemimpin mendorong mereka
taat dan patuh serta takut akan perbuatan salah dan dosa. Ketaqwaan juga
mendorong seseorang pemimpin konsisten menjadikan agama yang dianutnya sebagai
point of reversence dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Moral ketaqwaan
melahirkan seorang pemimpin yang mampu menghargai pekerjaan orang lain,
mengakui kemampuan orang yang dipimpin dan menghormati mereka sebagai abdi negara
yang sama – sama bekerja untuk negara.
Dengan moral
dan etika kepemimpinan yang berlandaskan “ketaqwaan “ akan terbentuk komitmen
atau rasa tanggung jawab seorang pemimpin untuk mewujudkan tugas pokok dan
fungsinya serta peranannya ke dalam perilaku yang mempercepat tercapainya
tujuan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (clean government) dan
kepemerintahan yang baik (good governance).
2. Memilih pemimpin yang transparansi dalam
kepemimpinannya, ramah dan bersikap terbuka.
Pemimpin
yang transparan dalam pemerintahannya dan bersikap terbuka, ia akan mau
menerima saran dan kritikan dari rakyat, bahkan ia takkan segan untuk meminta
pendapat langsung dari rakyat, demi kemajuan dan kemakmuran rakyatnya. Dengan
transparansi juga, rakyat akan percaya kepada pemerintah (karena tidak ada
bohong diantara kita). Selain itu carilah pemimpin yang bersikap terbuka, yaitu
yang mampu menghormati pesaing dan belajar dari mereka dalam situasi
kepemimpinan ataupun kondisi bisnis pada umumnya.
3. Memilih pemimpin yang memiliki latar belakang
yang baik.
Hal ini
dapat kita lihat dari pendidikannya, kehidupan, keluarga dan keturunannya. Kita
dapat mengetahuinya, setelah kita mencari tahu tentang siapa dia (pemimpin)
itu. (jangan-jangan ia mantan napi).
4. Memilih pemimpin yang jujur dan adil
Kita mesti memilih pemimpin yang jujur, yaitu jujur terhadap diri
sendiri, maupun orang lain. Jujur dengan kekuatan yang dimiliki, sadar akan
kelemahan dalam dirinya, serta berusaha untuk memperbaikinya.
Dewasa ini, memilih pemimpin yang adil sangatlah sulit, jika
dibandingkan dengan kriteria lainnya. Kebanyakan pemimpin sekarang gayanya
membela untuk kepentingan rakyat, namun dibalik itu rakyat dibikinnya sengsara,
demi kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.
Disaat rakyat kecil yang berlaku salah, katakanlah itu mencuri
sebuah coklat ataupun sebuah semangka, itu pun karena kelaparan, tidak ada uang
membelinya. Lalu mereka disidang dengan hukuman penjara. Namun disaat
tikus-tikus berdasi itu beraksi, mengakibatkan puluhan milyar negara dirugikan.
Tak ada hukuman bagi mereka, mereka masih dibiarkan berkeliaran bebas,
menari-nari diatas penderitaan rakyat, menikmati uang haram hasil gelapannya.
Hati-hati dengan pemimpin yang demikian, kita tentu tidak mau jika pemimpin
yang kita pilih, akan zalim kepada rakyatnya.
5. Memilih pemimpin yang pandai dan cerdas
Antara orang
pandai dengan orang cerdas tidaklah sama. Orang pandai ialah orang yang dapat
menjawab semua persoalan dengan ilmunya, seperti kecerdasan berhitung, ilmu
teknologi yang bersangkutan dengan kecerdasan Intelektualnya (IQ). Namun orang
cerdas mampu membaca keadaan, mencari kesempatan di tengah kesempitan, kalau
orang Minangkabau mengenalnya dengan orang yang arif dan bijak. Orang
cerdas/arif bijaksana bukan hanya pandai, tapi juga dapat berpandai-pandai demi
kemaslahatan rakyatnya. Itulah beda orang pandai dengan orang cerdas atau arif
dan bijaksana.
Sebagai
pemilih kita mesti cepat tanggap dalam menilai, mana pemimpin yang pandai dan
cerdas, mana pemimpin yang cuma pandai. Orang yang banyak bicara dan banyak
mengumbar janji, “saya kalau terpilih, saya akan membangun ini dan itu….,
mengratiskan ini dan itu….!” Biasa orang seperti itu adalah orang yang bodoh,
seperti kata peribahasa “air beriak
tanda tak dalam”.
6. Memilih pemimpin yang mampu berkomunikasi,
semangat “team work”, kreatif, percaya diri, inovatif dan mobilitas.
Pemimpin yang memiliki kemampuan seperti ini akan mampu menstabilkan
dan menghapus adanya kesenjangan antara pemimpin dan yang dipimpin, dalam hal
ini adalah warga.
7. Jangan Memilih pemimpin yang menjatuhkan atau
mejelek-jelekkan orang lain/pemimpin yang sedang berkuasa.
Kalimat yang
demikian dapat kita lihat, ketika ia menggelar kampanye. Menjatuhkandan
menjelek-jelekkan orang lain, seolah ialah orang yang paling benar.
Hati-hatilah dengan orang yang demikian, tidak usah saja dipilih.
8. Memilih pemimpin yang memiliki rasa
kehormatan diri, kewibawaan, karisma dan kedisiplinan seorang pemimpin
Dengan
demikian ia mampu dan mempunyai rasa tanggungjawab pribadi atas semua
kebijakannya. Kita dapat melihat kewibawaan dan karisma/figur seorang pemimpin
itu, saat ia berbicara di depan umum dan dalam kepribadian sehari-harinya.
9. Memilih pemimpin yang melakukan kampanye
sehat
Kampanye sehat adalah kampanye tanpa politik uang dan kekerasan. Tujuan
yang baik harus dicapai dengan jalan yang baik. Kalimat itu berlaku juga di
dunia politik. Untuk mencapai suatu jabatan publik, calon pemimpin juga harus
menempuh cara yang baik juga. Jangan karena ambisi meraih posisi, menjadikannya
menghalalkan semua cara.
Politik uang atau politik
perut adalah suatu bentuk pemberian atau menyuap
seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun
supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.
Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah
sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader
atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan
umum. Praktik politik
uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras,
minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati
masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.
Politik uang merupakan biang keladi korupsi. Dalam politik uang tersebut sampai
mengeluarkan dana miliaran rupiah tentu akan berpikir bagaimana cara
mengembalikan uang yang sudah keluar begitu banyak. Pemikiran itu bisa
menimbulkan perbuatan negatif, seperti perbuatan korupsi minimal untuk
mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan selama kampanye.
Kampanye kekerasan bukan hanya berupa kekerasan fisik. Tapi bisa
juga kekerasan verbal berupa ancaman, makian, dan hinaan. Begitu juga dengan
fitnah keji yang tidak sesuai dengan realita.
10. Kemudian pilihlah sesuai dengan hati nurani
kita.
Jangan
pernah sekali-kali berpikiran untuk Golput (golongan putih) atau tidak memilih.
Ingat…! Satu suara kita menentukan bangsa dan daerah ini 5 tahun yang akan
datang. “JADILAH BANGSA YANG CERDAS, PINTAR, DAN BERBUDAYA”.
Pemimpin yang baik dapat membawa kita menuju perbaikan. Sebaliknya
pemimpin yang buruk membawa bencana.